Plus Minus Setahun Jokowi-Basuki Menata Jakarta

Written By Luthfie fadhillah on Tuesday, October 15, 2013 | 6:03 PM





JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengapresiasi sejumlah langkah yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dalam menata Jakarta selama satu tahun terakhir. Meski demikian, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan Jokowi-Basuki dalam memperbaiki Ibu Kota.


Nirwono mengatakan, catatan memuaskan dari kepemimpinan Jokowi-Basuki terjadi pada dua program kerja, yakni penataan pedagang kaki lima (PKL) dan relokasi warga bantaran sungai dan waduk ke rumah susun. Dua program ini biasanya dihindari oleh pemerintah karena beragam alasan, salah satunya adalah tingkat kesulitan yang tinggi.


"Penataan PKL dan warga di permukiman kumuh sudah ada perda-nya, yaitu Nomor 8 Tahun 2007. Tapi kenapa baru sekarang? Ini terobosan yang patut diapresiasi semua," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Senin (13/10/2013).


Oleh karena itu, Nirwono memaklumi jika Jokowi baru dapat merelokasi 1.020 kepala keluarga ke rusunawa, sementara target Pemerintah Provinsi DKI tahun ini memindahkan 5.000 KK. Salah satu kesulitan memindahkan warga itu, kata Nirwono, adalah jumlah rusun yang belum sebanding dengan jumlah warga yang akan direlokasi.


Kesulitan membangun rusun untuk warga itu antara lain ketiadaan lahan sehingga Pemprov DKI harus membebaskan lahan. Pembebasan lahan itu terbentur aturan main pemerintah pusat sehingga membutuhkan waktu lama.


Khusus soal penataan PKL, Nirwono mencatat, hanya penataan Pasar Blok G Tanah Abang yang bisa dianggap berhasil. Adapun penertiban PKL di Pasar Minggu, Pasar Jatinegara, dan Pasar Gembrong belum memuaskan secara signifikan.


Merintis transportasi massal


Catatan cukup baik dari Jokowi-Basuki, kata Nirwono, adalah merintis transportasi massal mass rapid transit atau MRT. Pembangunan MRT tahap pertama ini ditandai dengan groundbreaking pada 10 Oktober 2013. Selain itu, Jokowi juga akan memulai groundbreaking pembangunan monorel pada Rabu (16/10/2013) besok. Meski MRT baru akan dinikmati pada 2018 dan monorel pada 2016, paling tidak Pemprov DKI telah mulai merintis transportasi massal.


Meski demikian, Nirwono menyayangkan rencana mendatangkan 4.000 bus, yang terdiri atas 3.000 bus ukuran sedang dan 1.000 bus transjakarta, pada akhir 2014. Rencana ini meleset setengah tahun dari perkiraan awal.


Menurut Nirwono, sambil menunggu pengadaan bus itu, Jokowi-Basuki bisa saja mengerjakan hal kecil untuk mengurangi kemacetan sehari-hari di Jakarta. "Contoh kecilnya, buat jalur sepeda saja. Saya yakin itu akan berdampak besar bagi masyarakat sambil menunggu program yang besar," ujarnya.


Revitalisasi saluran air


Soal penanganan banjir, Jokowi melaksanakan 10 langkah awal mulai dari normalisasi waduk, sungai, kali penghubung dan kali submikro, sampai perbaikan 73 pompa. Dalam catatan Nirwono, Jokowi baru menormalisasi empat waduk, yakni Pluit, Ria Rio, Tomang Barat, dan Pondok Labu. Padahal, Jakarta punya 40 waduk situ atau embung yang kondisinya memprihatinkan.


Demikian juga soal normalisasi sungai. Dari 13 sungai besar di Jakarta, Jokowi baru menormalisasi empat sungai, yakni Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, dan Sunter. Itupun tidak dilakukan di seluruh ruas, tetapi pada ruas-ruas tertentu yang bebas dari permukiman.


Nirwono mengatakan, seharusnya revitalisasi saluran air mikro hingga makro dimasukkan dalam program pencegahan banjir di Jakarta. Hal itu perlu mengingat kondisi saluran air yang jelek merupakan salah satu penyumbang banjir terbesar di Ibu Kota. Kendala paling dominan adalah sampah dan tidak terhubungnya saluran dengan baik.



"Contohnya gorong-gorong di Sudirman-Thamrin yang dulu Jokowi pernah masuk. Itu kan sudah tak layak lagi. Curah hujannya berapa, luasnya cuma berapa. Saya khawatir, jika saluran air luput dari perbaikan, bakal banjir lagi," kata Nirwono.


Belum ada cetak biru pembangunan


Catatan negatif lainnya adalah belum rampungnya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun2013 soal Rencana Tata Ruang Wilayah hingga tahun 2030. RDTR adalah cetak biru secara detail tentang penataan seluruh kawasan, baik kawasan ekonomi khusus, sebaran permukiman kumuh, kawasan PKL, hingga kawasan konservasi suatu kota. RDTR Jakarta itu menjadi turunan dari Perda 1 Tahun 2013 tadi.


"Ini kunci persoalan Jakarta 20 tahun ke depan. Kalau enggak punya RDTR, apa dasar Pemprov DKI menata kawasan kumuh atau PKL?" ujarnya.


Nirwono khawatir penataan kota yang tidak didasarkan pada RDTR akan berujung pada tata kota tanpa rencana alias spontanitas. Jika tak berkiblat pada RDTR, maka pembangunan dan penataan kawasan tidak akan berkelanjutan. Begitu Jokowi jadi presiden, misalnya, tak ada kepastian proyek penataan yang sudah ia lakukan akan berlanjut pada kepemimpinan selanjutnya.


Problem SDM


Semua catatan minus di atas, menurut Nirwono, merujuk pada satu hal, yakni keterbatasan sumber daya manusia. Seleksi dan promosi terbuka atau lelang jabatan yang digagas Jokowi belum bisa melahirkan abdi masyarakat yang sevisi dengan pemimpinnya soal bagaimana membangun Ibu Kota. Di satu sisi, konsep Jakarta Baru belum bisa dijawab oleh para kepala dinas, wali kota, hingga camat dan lurah yang dipilih Jokowi sekalipun. Akibatnya, Jokowi dan Basuki menghadapi kendala saat mendelegasikan kewenangannya kepada bawahannya.


Indikator hal tersebut adalah penyerapan APBD 2013 hingga Oktober. Nirwono mencatat penyerapan anggaran tahun ini adalah yang terendah sejak 30 tahun terakhir, yakni hanya sekitar 12 persen. Angka ini menunjukkan, mulai dari satuan kerja perangkat daerah atau dinas hingga camat dan lurah tidak maksimal menjalankan program Jakarta Baru.


"Pertanyaannya, kenapa relokasi dan penataan PKL berhasil? Karena itu didukung CSR. CSR itu baik hanya karena cepat pelaksanaannya serta tak perlu ribet di laporan pertanggungjawaban. Tapi tidak baik juga, kalau begitu SKPD kerjanya apa? Masak cuman nontonin doang," ujarnya.


Belum lagi soal kosongnya lima pimpinan SKPD di lingkungan Pemprov DKI, di mana seluruhnya merupakan posisi strategis bagi pembangunan. Menurutnya, Jokowi harus mengisi jabatan tersebut sesegera mungkin untuk memperlancar birokrasi Pemprov Jakarta. "Atas semuanya itu, tentu di luar KJS dan KJP, ya, saya kasih nilai 6,5 saja," kata Nirwono.





Editor : Laksono Hari Wiwoho







Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:











Anda sedang membaca artikel tentang

Plus Minus Setahun Jokowi-Basuki Menata Jakarta

Dengan url

http://bloggersporting.blogspot.com/2013/10/plus-minus-setahun-jokowi-basuki-menata.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Plus Minus Setahun Jokowi-Basuki Menata Jakarta

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Plus Minus Setahun Jokowi-Basuki Menata Jakarta

sebagai sumbernya

0 comments:

Post a Comment

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger